Tapi
siapa aku?
Bahkan
belum mengantongi es satu.
Ini
resah yang dulu-dulu.
Tapi
seperti debu, yang meski tak rela,
Angin
tetap kejam membawanya jauh.
Untung
saja kakiku terlanjur meneduh,
Meski
di bawah pohon yang seperti hendak rubuh.
Entah,
apa buahnya cukup memberiku bekal,
Untuk
menempa diri dalam kenikmatan intelektual.
Bagi
orang bodoh sepertiku,
Ilmu
memang segalanya,
Sayang,
tak ada ilmu bagi orang bodoh.
Jahat
sekali dunia ini, hanya membiarkan pintar orang-orang yang sudah terlanjur
pintar.
Aku
tak perlu menanam cemburu pada badut-badut berdasi, wangi tapi hanya bisa
berhaha-hihi.
Sepertinya,
cepat atau lambat mereka akan memakan bangku sekolah, secara harfiah.
Ah,
setidaknya dengan kepala plontos ini, aku bebas berkeliaran kemana-mana.
Meski
juga ditolak dimana-mana.
Kata
ibu, ilmu ada dimana-mana,
Bukan
hanya di gedung gagah tempat lahirnya orang-orang penting yang akhirnya sibuk
saling piting.
Ilmu
bahkan ada di jalan, di lembaran robek koran.
Jahat,
bahkan di surat kabar lecek ini orang tetap menggembar-gemborkan indahnya
pendidikan elite ala Sultan.
Tak
pernahkah mereka tahu, bahwa Tarzan tak perlu mengenyam bangku te-ka untuk membuat
jinak binatang rimba?
Aku
tahu, mereka lupa itu, pasti lupa!
Yey
!
Ya,
ya. Tak tahu aku akan berubah pikir nantinya.
Yang
jelas, malam ini aku bisa tidur tenang, sementara.
*
Ini
gurat ke seribu,
Bukan
di kertas yang bisu dimakan haru.
Gurat
ini di hatiku.
Entah,
entah siapa yang akan ku maki.
Tak
ada pesakitan disini, aku sadar.
Bahkan
jika aku sedikit saja mengumpat aku tak beruntung,
Tega
sekali aku memaki Tuhan?
Setidaknya
gedung-gedung gagah itu telah sering ku mampiri.
Hanya
Tuhan yang tahu kenapa aku tak pernah boleh berlama-lama disini.
Saat
sore ini, dalam sebuah angkutan tua yang tersengal melintasi jalanan keropos
korban bodohnya peradaban manusia.
Aku
tahu, aku harus segera mengusir rasa sesak.
Aku
telah sering melanglang buana ke gedung-gedung megah itu dimana-mana.
Berbual
kemana-mana aku menjadi bagian dari salah satunya.
Tidak,
aku tak boleh merasa kerdil dan terbuang.
Meski
aku harus sekuat tenaga menangkis hantaman tatapan para hakim abadi,
Yang
melontar serapah lewat mata nyinyir dan melabeliku dengan cat ungu, di dahi.
Suatu senja di ujung
Jawa.
Notes : Nominator 10 Puisi Terbaik Lomba Puisi ASBO PP IPM 2013
No comments:
Post a Comment