Dia?
Tak butuh waktu lama bagiku untuk
bisa dekat dengannya. Senyumku nyaris menyerangnya bertubi-tubi kapan saja kami
bertemu. Dan dia hanya tersipu malu dan tak punya alasan untuk tak dekat
denganku, sang Ketua OSIS yang terkenal kemana-mana karena ‘keramahannya’.
Aku
tak pernah nyaman dipanggil playboy tapi aku tak berusaha menyangkal
karena toh aku gak merasa. Tapi aku bisa dengan mudah dekat dengan siapa saja,
terutama kaum hawa. Dan tanpa sadar banyak diantara mereka banyak yang salah
mengartikan arti pendekatanku. Bukan salah mereka kalau tiba-tiba merasakan
perasaan yang berbeda ketika diperhatikan olehku. Bukan salahku juga membuat
mereka menanam berjuta harapan yang ternyata akan berujung semu.
Aku
hanya ingin dekat dengan semua wanita. Aku mencari dia.
“Masuk
aja kak, jangan sungkan” Seorang adik kelas yang manis tiba-tiba saja muncul di
hadapan alam sadarku. Ahya, aku tadi diajak mampir ke rumahnya, dan aku tak
rela menolak ajakan gadis pemilik mata dia itu. Sepanjang perjalanan ke
rumahnya dengan angkutan umum tadi, dia cerita banyak, tentang keluarganya,
kehidupannya, tipe cowoknya, yang katanya mirip-mirip dengan yang ada pada
diriku. Eh, kalau gak salah, tadi dia nembak aku secara gak langsung ya?
Sebuah
lagu tiba-tiba terdengar nyaring, rupanya dari HP gadis manis itu. Aku
termenung sesaat, lagu itu, lagi dia, bagaimana mungkin gadis ini
memiliki banyak kesamaan dengan dia termasuk selera musik dan terutama
mata itu.
Tepat
sekali, alasanku mendekati banyak wanita karena aku mencari dia yang
menghilang begitu saja dari kehidupanku. Dia yang memberikan pemahaman
hidup yang berbeda, dia yang memberi warna yang berbeda.
“Silahkan
duduk dulu kak, aku ambilkan minum dulu ya”
Entah,
entah memang dunia punya seribu keajaiban, tapi sebelum aku menjawab perkataan
gadis itu dengan basa-basi ujung mataku menangkap sebuah lukisan yang dari
tanda tangannya sangat kukenali.
Seketika
muncul gelombang perasaan yang tidak biasa, menyerbu dari segala penjuru,
takut, penasaran, berdebar. Tuhan! Ini benar-benar tanda tanganku!
Jadi,
siapa gadis itu? Dia jelas muncul dengan latar belakang kehidupan yang berbeda,
dan jelas usianya lebih muda. Sebuah foto terpajang rapi, foto yang manis. Tapi
membuat hatiku teriris.
Dia?
“Maaf kak, aku baru bilang sekarang,
kakak yang ada dalam foto itu sebelum meninggal sempat menitipkan foto dan
lukisan itu untuk aku simpan dan kutunjukkan kepada kakak. Dia meminta maaf..”
Sebelum
aku tuntas mendengar penjelasan yang sama sekali tak kuduga itu, sebelum aku
bertanya-tanya lebih lanjut apa hubungan si gadis ini dengan dia yang
setahuku hidup sebatang kara di kota ini mataku kabur, memburam, hitam. Dan aku
menangkap senyum dia sebelum aku tak mengingat apa-apa lagi saat itu.
No comments:
Post a Comment