Ulcer? Abscessus?
Halah. Sekeren apapun namanya
tetep aja tidak mengurangi rasa tersiksa oleh bintik panas membara bin menyiksa
itu !
Yupz, lanjut dari kisah kemaren,
bahwa ternyata efek tendangan ‘tak sengaja’ temanku itu dahsyat! Aku bukan
hanya makin terpincang-pincang tapi repot duduk, repot naik tangga, dan
laen-laen.
Unfortunately, agenda-agenda selanjutnya malah mengharuskanku
sering-sering jalan dan duduk manis.
OK lah, ketika duduk aku bisa
mengakalinya dengan menempatkan pantat kiri tempat bersarang bisulku itu gak
nyentuh kursi, agak aneh sih kelihatnnya, tapi itu lebih mendingan dibanding
ketika jalan apalagi harus naik-turun tangga (tempat materi di lantai 2 lagi!).
Hmm, meski akhirnya semua peserta
dan penghuni gedung lain akhirnya mafhum dan hanya nyengir dan geleng-geleng, -meski
tak sedikit yang ngebecandain, tapi benjolan yang gak gede-gede amat itu bikin
repot ketika shalat; naek turun (rukuk dan sujud) meski pelan-pelan, tapi itu
tak seberapa dibanding ketika harus tahiyyat akhir. Posisi bisulnya pas banget
kedudukin ketika posisi itu.
Entah dah, gimana kedengerannya
bacaan shalatku, karena di saat itu aku sekaligus harus menahan keluh, tapi
insya Allah, Allah mengerti dan malaikat tak buru-buru menyimpulkan aku sedang
becanda.
Tuhan, jangan biarkan aku
mengeluh dengan cobaan ‘kecil’ ini. Maksudnya mengumpat dan sebagainya
gara-gara tiba-tiba nyut-nyutan sih sering, tapi mudah-mudahan tak lantas membuatku benci
dengan takdir ini.
Ketika harus mendampingi peserta
jalan-jalan ke Museum Sejarah Banten, belum apa-apa, baru turun dari mobil aja
udah klenyer-klenyernya amit-amitan. Apalagi harus keliling museum, photo-photo
dan pergi ke Masjid Agung Banten. Tapi ku akui, excited dan fun karena kebersamaan
membuat derita ini tak terlalu terasa, meski harus dilihatin dengan tatapan
aneh oleh orang-orang, whatever!
Tapi, O’ow ! Aku gak
memperhitungkan kalau harus shalat di masjid yang rame ini. Alhasil meski aku
sudah mati-matian berusaha shalat senormal mungkin, tetap saja kelihatan aneh,
maka aku tak terlalu terkejut ketika akhirnya sudut kupingku menangkap suara
tawa tertahan jamaah lain di belakangku.
Istighfar, istighafar, gak boleh
ngeluh. Aku berkali-kali menyugesti diri sendiri.
Beruntungnya meskipun jalanan
makin becek, cuaca makin dingin, tapi view indah Banten lama dibalut hujan itu
membuat sedikit lupa terhadap rasa sakit dan maluku.
Sampai akhirnya kembali ke tempat
acara utama, aku tak sadar sejak jam berapa aku tidur tengkurap memeluk bantal
dan terbangun tengah malam karena harus kembali bergabung di agenda yang sudah
kutinggalkan dan ditolerir beberapa jam karena melihat kondisi fisikku.
Disisi
lain aku bersyukur diberi rasa sakit seperti ini, karena bisa menjadi pencair
suasana ketika jenuh. Siapa yang tidak akan geli (atau ilfill?) kalau aku
sedikit-sedikit meringis, dan jalan, duduk dan tidur dengan posisi aneh.
Walaupun cobaan kecil itu membuat pergerakanku lebih lambat.
Seperti
hari ini, setelah akhirnya setelah bangun tengah malam itu tak tidur lagi untuk
menyiapkan acara hari terakhir, persiapan lebih banyak dihandle teman-teman lain, meski koordinator tetap dipercayakan
kepadaku.
Mau tahu
kegiatan hari terakhir itu apa?
OUTBOND!
Berkali-kali
aku memohon dalam hati kepada Tuhan semoga segala sesuatu hari ini berjalan lancar.
Beruntung outbond hari ini tidak harus
lumpur-lumpuran, atau naik turun gunung, tapi justru pergi ke alun-alun kota.
Beruntung?
Sepertinya tidak. Karena meskipun aku tidak
harus memacu fisik sebegitu kerasnya. Tapi alun-alun adalah bukan tempat
terbaik untuk menyembunyikan rasa malu ketika berjalan aneh.
HA!
Sekali
lagi rasa humor adalah pengobat segala penyakit. Karena selain agenda yang
asyik, gokil-gokilan dengan partners in
chryme cukup sudah membuat lupa untuk malu dengan jalanku yang aneh dan
rasa cenat-cenut yang makin sering kurasakan. Terang saja, ternyata bisulku
sudah mulai memerah, sepertinya sudah saatnya meletus. Heuheu. Sempat aku foto
dan membuat teman-teman lain ilfeel dengan menunjukkannya kepada mereka. Haha.
Ya,
mudah-mudahan aku akan terus bertahan untuk tidak mengeluh, walaupun kejadian
terakhir ketika shalat jumat, aku harus melegowokan hati mendengar orang-orang ngikik melihatku shalat dengan aneh dan
berjalan pincang ketika shalat jumat selesai.
Ya, meski
ini bukan berarti Tuhan mempunyai selera humor yang aneh, tapi aku berusaha
tetap bersyukur, karena ternyata bisulku ini menjadi inspirasi alumni pelatihan
untuk menamai alumni angkatan mereka dengan nama Bisul, tepatnya Bisul 13.
Damn!
(ups)
Photo : Doc. Pribadi
Photo : Doc. Pribadi
No comments:
Post a Comment