Friday, July 5, 2013

Merah; Sepertinya Sudah Saatnya



Ada gak sih bahasa yang lebih keren untuk bisul?
Ulcer? Abscessus?
Halah. Sekeren apapun namanya tetep aja tidak mengurangi rasa tersiksa oleh bintik panas membara bin menyiksa itu !
Yupz, lanjut dari kisah kemaren, bahwa ternyata efek tendangan ‘tak sengaja’ temanku itu dahsyat! Aku bukan hanya makin terpincang-pincang tapi repot duduk, repot naik tangga, dan laen-laen.
Unfortunately, agenda-agenda selanjutnya malah mengharuskanku sering-sering jalan dan duduk manis.
OK lah, ketika duduk aku bisa mengakalinya dengan menempatkan pantat kiri tempat bersarang bisulku itu gak nyentuh kursi, agak aneh sih kelihatnnya, tapi itu lebih mendingan dibanding ketika jalan apalagi harus naik-turun tangga (tempat materi di lantai 2 lagi!).
Hmm, meski akhirnya semua peserta dan penghuni gedung lain akhirnya mafhum dan hanya nyengir dan geleng-geleng, -meski tak sedikit yang ngebecandain, tapi benjolan yang gak gede-gede amat itu bikin repot ketika shalat; naek turun (rukuk dan sujud) meski pelan-pelan, tapi itu tak seberapa dibanding ketika harus tahiyyat akhir. Posisi bisulnya pas banget kedudukin ketika posisi itu.

Entah dah, gimana kedengerannya bacaan shalatku, karena di saat itu aku sekaligus harus menahan keluh, tapi insya Allah, Allah mengerti dan malaikat tak buru-buru menyimpulkan aku sedang becanda.
Tuhan, jangan biarkan aku mengeluh dengan cobaan ‘kecil’ ini. Maksudnya mengumpat dan sebagainya gara-gara tiba-tiba nyut-nyutan sih sering, tapi  mudah-mudahan tak lantas membuatku benci dengan takdir ini.
Ketika harus mendampingi peserta jalan-jalan ke Museum Sejarah Banten, belum apa-apa, baru turun dari mobil aja udah klenyer-klenyernya amit-amitan. Apalagi harus keliling museum, photo-photo dan pergi ke Masjid Agung Banten. Tapi ku akui, excited dan fun karena kebersamaan membuat derita ini tak terlalu terasa, meski harus dilihatin dengan tatapan aneh oleh orang-orang, whatever!
Tapi, O’ow ! Aku gak memperhitungkan kalau harus shalat di masjid yang rame ini. Alhasil meski aku sudah mati-matian berusaha shalat senormal mungkin, tetap saja kelihatan aneh, maka aku tak terlalu terkejut ketika akhirnya sudut kupingku menangkap suara tawa tertahan jamaah lain di belakangku.
Istighfar, istighafar, gak boleh ngeluh. Aku berkali-kali menyugesti diri sendiri.
Beruntungnya meskipun jalanan makin becek, cuaca makin dingin, tapi view indah Banten lama dibalut hujan itu membuat sedikit lupa terhadap rasa sakit dan maluku.
Sampai akhirnya kembali ke tempat acara utama, aku tak sadar sejak jam berapa aku tidur tengkurap memeluk bantal dan terbangun tengah malam karena harus kembali bergabung di agenda yang sudah kutinggalkan dan ditolerir beberapa jam karena melihat kondisi fisikku.
Disisi lain aku bersyukur diberi rasa sakit seperti ini, karena bisa menjadi pencair suasana ketika jenuh. Siapa yang tidak akan geli (atau ilfill?) kalau aku sedikit-sedikit meringis, dan jalan, duduk dan tidur dengan posisi aneh. Walaupun cobaan kecil itu membuat pergerakanku lebih lambat.
Seperti hari ini, setelah akhirnya setelah bangun tengah malam itu tak tidur lagi untuk menyiapkan acara hari terakhir, persiapan lebih banyak dihandle teman-teman lain, meski koordinator tetap dipercayakan kepadaku.
Mau tahu kegiatan hari terakhir itu apa?
OUTBOND!
Berkali-kali aku memohon dalam hati kepada Tuhan semoga segala sesuatu hari ini berjalan lancar. Beruntung outbond hari ini tidak harus lumpur-lumpuran, atau naik turun gunung, tapi justru pergi ke alun-alun kota.
Beruntung? Sepertinya tidak. Karena meskipun aku tidak  harus memacu fisik sebegitu kerasnya. Tapi alun-alun adalah bukan tempat terbaik untuk menyembunyikan rasa malu ketika berjalan aneh.
HA!
Sekali lagi rasa humor adalah pengobat segala penyakit. Karena selain agenda yang asyik, gokil-gokilan dengan partners in chryme cukup sudah membuat lupa untuk malu dengan jalanku yang aneh dan rasa cenat-cenut yang makin sering kurasakan. Terang saja, ternyata bisulku sudah mulai memerah, sepertinya sudah saatnya meletus. Heuheu. Sempat aku foto dan membuat teman-teman lain ilfeel dengan menunjukkannya kepada mereka. Haha.
Ya, mudah-mudahan aku akan terus bertahan untuk tidak mengeluh, walaupun kejadian terakhir ketika shalat jumat, aku harus melegowokan hati mendengar orang-orang  ngikik melihatku shalat dengan aneh dan berjalan pincang ketika shalat jumat selesai.
Ya, meski ini bukan berarti Tuhan mempunyai selera humor yang aneh, tapi aku berusaha tetap bersyukur, karena ternyata bisulku ini menjadi inspirasi alumni pelatihan untuk menamai alumni angkatan mereka dengan nama Bisul, tepatnya Bisul 13.
Damn!
(ups)

Photo : Doc. Pribadi

No comments:

Post a Comment