Saturday, April 27, 2013

AA 1449 DL



Ini bukan nomor buntut togel ! Ya, ini plat kendaraan bermotor. Lebih tepatnya, ini nomor polisi bus AC – Ekonomi jurusan Yogyakarta – Merak yang akan ku ingat seumur hidupku! Beuh …
Hari itu, antara sadar dan tidak, daku sudah terdampar di Jogja (kembali), mengitari Kota Jogja dengan transjogja, lengkap dengan bonus nyasarnya, mengirup udara pagi Mandala Krida, padahal dua hari sebelumnya masih seperti niat gak niat berangkat ke Jogja terkait dengan budgeting dll, seperti perjalanan ke Jogja untuk urusan IPM seperti tahun 2010 lalu, selalu ada pertolongan di detik-detik terakhir, entah itu tebengan atau kucuran dana tanpa diduga-duga (biasa, yang muda kan yang suka minta, hehe).
Intinya, ini perjalanan ke luar kota (provinsi) ku yang paling gak niat, packing hanya dua jam sebelum keberangkatan, untuk acara 4 hari, untuk agenda rapat dan jalan-jalan, hehe.
Yupz, seperti biasa, kebanyakan jalan-jalan ku dilakukan karena sekalian urusan organisasi, kerjaan, tugas, dll. Karena, biasanya lebih terasa bermakna jalan-jalan sekalian ngerjain ini, ngehadirin itu, ngelakuin anu, dst, daripada hanya sekedar jalan-jalan. Dan kali ini, jalan-jalan ku sekalian mengikuti Rakernas IPM 2013 di Kampus UAD Jogja (baru ngeh, kalo ternyata kampus UAD ada 6, hehe).
Setelah berbagai agenda, di berbagai tempat, berbagi informasi, sharing pengetahuan, diskusi budaya, curi-curi pandang, tebar-tebar pesona, cari-cari perhatian (ehm) dan tukar-tukar no HP dan email dengan peserta-peserta lain se-Indonesia (ini nih yang bikin excited kalo ikutan acara sekaliber nasional, bisa dapat kenalan dari ujung timur sampe ujung barat Indonesia), jalan-jalan, makan-makan, dll, kami pulang, dan cerita selesai.
He, gak ding, sebenernya banyak adegan-adegan lucu, yang sayang kalo gak di Bahas, karena memang sebenernya postingan ini tidak lain dan tidak bukan adalah rekaman jejak kegiatan RAKERNAS IPM 2013 yang daku saking pengennya bikin tapi tidak ingin dari sisi berat-beratnya, melainkan sisi-sisi konyol dan nyelenehnya, yang sebenernya mungkin bagi sebagian orang gak penting, tapi sebenernya bagi daku sangat penting, karena sebenernya daku sangat pengen menceritakannya, dan sebenarnya daku bingung kenapa bisa ngomong panjang lebar dengan kata sebenarnya yang sebenarnya, halah, ya sudah, kita mulai saja !


TransJogja – Berasa Naik Limo Awalnya …
Ya, pagi itu, setelah agak ngaret 1 jam, Bus dari Poris Plawad menuju Terminal Giwangan Jogja, akhirnya nyampe juga di terminal yang bergiwang itu, kami (daku, and 2 orang lain yang malas saya ceritakan, haha), mulai memasuki shelter TransJogja yang sempitnya ampun-ampunan, ini shelter apa bilik telepon umum ya? Dengan tampang kucel, dan rada bau-bau aneh (bisa dibayangkan kan kalo orang belum mandi dan sudah dari perjalanan jauh?) mulai tanya-tanya sama petugas TransJogja tentang rute untuk mencapai Kampus 1 UAD. Syukurnya, walopun shelternya sempit, tapi petugas-petugas TransJogja berhati lebar, yang memperlakukan penumpang layaknya bangsawan dengan sikap dan jawaban-jawaban sopannya. Kamipun mulai menelusuri Jogja dengan TransJogja yang interiornya bikin berasa di dalam café, nyaman dan beda dengan trans-trans yang lain. Tapi saat asyiknya celingak-celinguk melihat suasana pagi joga tiba-tiba denger dialog dengan bahasa Sunda yang sopan memenuhi TransJogja, rupanya itu segerombolan anak muda dari Bandung yang sepertinya kalau dilihat dari tampilannya akan menghabiskan liburan di kota Bakpia itu (Julukan Kota Gudeg kan biasa, he

).

Saking asyiknya menikmati pemandangan Jogja dari TransJogja, sampai kami lupa untuk transit hingga akhirnya tedampar di shelter paling ujung Kota Jogjakarta, nyasar yang di sengaja, hehe.


Mandala Krida dan Kenangan Lama
Beuh, judulnya berat nih, hehe. Ya, padahal isinya tak lain dan tak bukan hanya karena terkenang pengalaman dulu waktu ke Mandala Krida, itupun cuma sekali. Sisanya, disini cari-cari sarapan, photo-photo, lalu menuju kampus 1 UAD, pura-pura nanyain toilet, dan akhirnya mandi di toilet itu, haha.


3 Idiot (Banten, Bali, Gorontalo)
Setelah acara pembukaan, penyuluhan, silaturrahmi dll, karena sudah larut malam agenda dicukupkan sementara. Para peserta pun diangkut ke Kampus 5 UAD, tempat berada Rusunawa dengan Kereta Kelinci yang unyu-unyu itu. Kami, rombongan Banten menempati kamar nomor sebelas lantai 5 bersebelahan dengan Bali. Malam pertama biasa-biasa saja. Sampe tak terasa waktu sudah pagi dan kembali melanjutkan agenda yang tertunda atau sengaja ditunda sampai dengan silaturrahmi dengan alumni-alumni IPM/IRM di Kampus 4 UAD, hingga akhirnya kembali di angkut ke Rusunawa untuk beristirahat.
Istirahat? Sepertinya tidak, lebih tepatnya tidur kelelahan, karena kami, aku dari Banten, Hafez dari Bali, dan ditambah Satrio dari Gorontalo yang baru nyampe malam itu yang sialnya (haha) dititipkan mbak Poppy ketua PW IPM Gorontalo  untuk diamankan rombongan Banten. Sial, karena meski baru bergabung dengan kami, tapi sudah melebur dan mulai melakukan kebodohan-kebodohan yang terorganisir. Halah.
Awalnya,…
Rifa’i dari Banten yang memulai ini semua, dalang dari cerita idiot ini, hehe. Dia baru saja kembali dari kamar mandi, yang tadinya minta aku temani, tapi masa iya udah segede gitu masih minta ditemani, padahal kamar mandinya juga dekat dan baru jam 10 malam.
“Beuh, saya tadi mandi buru-buru, serem….”
Kami yang denger celetukan dia cuma cengar cengir dan meledek, dalam hati kami mungkin kompak bilang dia penakut.
“Saya juga dulu gak penakut” Rif’ai melanjutkan, seperti bisa membaca pikiran kami, “Tapi dulu saya punya temen yang pernah mati suri, dia hidup kembali setelah dikafani hingga membuat heboh orang-orang yang takziah”.
OK, ini mulai gak lucu.
“Setelah itu dia mulai memiliki kemampuan aneh, yaitu bisa melihat makhluk-makhluk 2 dimensi. Tapi dia bersikap seolah itu biasa saja”.
Tanpa diminta, melihat muka kami mulai terpengaruh dan penasaran dia melanjutkan ceritanya.
“Dan suatu saat, ketika ada acara di sekolah, dia membuat saya juga bisa melihat makhluk 2 dimensi itu. Itu sungguh menyeramkan, saya melihat pocong dengan muka yang sangat mengerikan, dan ……….”
Rifa’i melanjutkan ceritanya sampai ke cerita-cerita horor lain di daerahnya, sampai pada acara semacam uji nyali di kotanya di danau angker yang menewaskan salah seorang peserta, sehingga acara tersebut tidak ditayangkan lagi.
Srrrr, tiba-tiba seolah-olah angin bertiup dari jendela lantai lima itu.
“Eh, di bawah itu bukannya tempat pemakaman umum ya?”
GEDUBRAK !
Rifa’i sialan, dia membuat kami gak jaim-jaim lagi menunjukan ekspressi takut. Ya, kami semua akhirnya jadi ingat di bawah sana, persis saat kita melongokkan kepala di jendela kita akan disuguhi pemandangan TPU. Dan lebih sial lagi Rifa’i malah bergegas tidur lebih dulu di kasurnya dengan memasang headset tanda tak mau diganggu, menyisakan kami bertiga dengan tampang takut tapi penasaran untuk melanjutkan cerita horor tersebut.
“Kalau di Bali, selain Leak, hantu kepala dengan badan hanya jeroan manusia itu, ada yang namanya Celuluk”. Tuh kan, si Hafez mulai melanjutkan cerita.
“Celuluk itu adalah manusia yang menjelma menjadi bentuk lain…..”
Dan Hafez mulai mempreteli masalah celuluk itu, hingga membuat kami yang tadinya terdiri dari lingkaran besar, mulai merapat.
Aku sendiri, dari tadi harus memegangi tengkuk untuk meredakan rasa merinding.
“Masih mending di daerah kalian, setan-setannya gak ada yang makan orang. Kalu di Gorontalo, ada yang memakan hati manusia, makanya kalau tidur kita tidak boleh terlentang, harus nyamping atau tengkurap. Waktu itu, saat sedang camping……” Cerita Satrio yang ternyata lebih seram membuat kami makin terpaku untuk tidak meninggalkan tempat. Sampai Hafez pun menginap di tempat kami, di lantai beralaskan kasur.
Kami bertiga, baru kenal, tapi merasa sudah kenal lama, entah karena cerita horror tersebut, yang akhirnya kami sadari betapa para makhluk 3 dimensi itu begitu kreatif karena di tiap daerah berbeda-beda kostum, beda cara nakutin, dan punya gaya masing-masing, he. Atau karena kami merasa terikat, entah karena memang ikatan persaudaraan sesama anggota organisassi besar ini, atu karena sama-sama terikat rasa takut. He.
Akhirnya, karena capek kami pun tertidur sembarangan di lantai itu, sambil berharap cerita-cerita tadi tidak terbawa mimpi.

Jogja Tak Sekedar Kota Pendidikan
Ya, selain kota pendidikan, jogja juga terkenal dengan kota budaya. Setiap sudut Jogja, menyajikan keunikan tersendiri dan tak cukup dijelajahi hanya dalam waktu satu hari. Makanya, setelah agenda RAKERNAS berakhir, kami tak ingin segera kembali ke kampung halaman. Aku dan Rifa’i dari Banten, bersama Satrio, orang Jawa dari Gorontalo itu, serta Alvin dan Arif dari DKI Jakarta kami mencari penginapan gratis, hehe, yaitu di PW Muhammadiyah Yogyakarta. Kami datang kesana sejak siang, maka sebelum hari gelap, kami memanfaatkan waktu untuk menelusuri sebagian sudut kota Jogja. Ditemani guide cantik (ehm) mahasiswa asli Banten yang ketiban sial karena harus nemenin kami. Jogja pun mulai kami jamahi !
  1. Malioboro; Disini selain photo-photo gokil dg background tugu nol, juga photo bareng sama hantu-hantu narsis, ular nebeng tenar, benteng besejarah, tapi favorit q adalah photo suster ngesot update status !
  2. Alun-alun Kidul; Makan, maen sepeda hias, nyobain terowongan beringin.
  3. PP Muhammadiyah; nyobain oseng-oseng mercon!
  4. Kampung Kauman; Finally melihat langsung masjid Gede Kauman!




































Terkait dengan judul postingan ini, tidak lain dan tidak bukan karena kesialan telah dipermainkan waktu, ato keadaan ya?
Gara-gara cuma kebagian tiket bus AC-Ekonomi, sudah buru2 dateng ke terminal giwangan karena jadwal keberangkatan bus jam 14 siang. Tapi sudah nunggu 49 menit bus yg datang malah bus yg niatnya cuma mengoper kita di terminal berikutnya.
Entah kenapa pas melihat nomor bus di tiket udah terlintas pikiran buruk,

AA 1449 DL (Aduh – Aduh sudah jam 14 lewat 49 bus gak datang-dateng. Derita Loe?

Dan ternyata penderitaan gak cuman nunggu bus lama di terminal keberangkatan, di terminal overan sempat shock mendapat bus 'baru' yg buluk, nunggu lama, dan pas transit sempat mau tertinggal.
Dan lebih sialnya lagi, pas mau masuk tol berikutnya yang sudah memasuki Jawa Barat, bus mogok persis saat baru memasuki tol itu. Menyisakan aku yang tiba-tiba mendadak pucat pasi karena mules (kebanyakan makan pedes kemarin2) dan penumpang-penumpang lain yg juga mulai panik. Mogok ini lebih dari 2 jam. Dan akhirnya bus kembali bisa kembali berangkat dengan bantuan derek !
Ya, derek !

Bus yang kami tumpangi diderek sampai puluhan kilo, menuju terminal milik bus itu untuk diperbaiki, disana kami menunggu lebih dari satu jam. Tapi leganya disini aku melepas mules q  :P

Tapi alhamdulillahnya setelah (mau gak mau) harus sabar, bus yang kami tumpangi bisa kembali berjalan. Tapi karena kelelahan, aku harus transit di Serang untuk istirahat (emang busnya gak nyampe kampuang halaman) dan nyampe rumah saat petang menjelang.
Perjalanan pulang dari Jogja yang seharusnya tak lebih dari 15 jam menjadi lebih dari 24 jam.

Tapi, ini justru pengalaman yang menyenangkan, penuh kejutan !
:)

PS : ditulis diela-sela banyak diskusi, tugas, dan obrolan. Jadi mohon dimaklum jika banyak kerancuan.
By : Sonhu Sun (sonhusun.blogspot.com)

No comments:

Post a Comment